ADONARAKU
Tanah Tadon Adonara adalah sebuah sebutan kebanggaan bagi setiap Putra/i yang berasal dari Adonara. Nama pulau "Adonara" tidak hanya terkenal dilingkungan Flores, NTT atau Nasional, namun nama ini juga cukup dikenal di luar negari hingga saat ini.Adonara memiliki suatu sejarah peradaban manusia yang sangat unik, serta karakter manusianya juga berbeda dengan wilayah sekitarnya, bahkan Indonesia.
MANUSIA PERTAMA ADONARA
Kisah oral yang akan dituturkan di bawah ini tidak untuk menandingi kisah-kisah oral yang sudah ditulis oleh para pencinta Tanah tadon Adonara. Akan tetapi untuk memperkaya wawasan dalam menggali kepribadian dan budaya masa lalu Adonara sebagai bagian dari sumbangan pikiran menuju Adonara Jadi "KABUPATEN".
Menurut kisah oral yang dituturkan dari lisan tetua adat dari hampir seluruh wilayah di pulau Adonara memiliki kesamaan namun tidak serupa. Sebagai salah satu sumber kisah oral dari al marhum B. Ataboleng ( desa Boleng )bahwa :
Saat itu ada dua saudara kandung berlayar dari arah timur ( arah rera gere ), setelah tiba diselat boleng, mereka mengalami musibah dan perahu mereka hancur, dan keduanya hanyut terbawah arus, yang sulung (Ado Pehang ) terdampar di pulau Lembata dan yang bungsu ( PG/ ) terbawa arus hingga terdampar di pulau flores.
Dengan kemampuan yang dimiliki, Kelake Ado Pehang mengembara mencari perkampungan untuk sekedar meminta bantuan. Pengembaraan sampai di daerah Boto dan Atawuwur Pedalaman Lembata. Tidak ada satu kampung / orangpun yang dijumpainya. Sebagai tanda pengembaraannya, di daerah Boto, yang dikenal dengan sebutan Wai Raja ( sekarang ) Ado Pehang menanam sebatang Pohon Cendana, yang hingga tahun 1970 an pohon ini masih ada. Beliaupun kembali lagi kepesisir. Dalam perjalanannya ini ia melihat ada cahaya api di puncak gunung Boleng. Dengan keahlian yang ada ia membuat sampan dan berupaya menyeberang selat Boleng untuk mendatangi sumber cahaya (api). Singkat kisah, ia menyeberang selat boleng yang ganas itu dan mendarat disalah satu tempat yang sekarang disebut Wai Tolang ( torang )daerah pesisir antara desa Tanah Boleng, Lamawolo sekarang. Daerah yang penuh dengan bebatuan cadas yang tajam dan jurang, tidak menghalanginya untuk menemukan sumber cahaya api yang ada di atas gunung. Akhirnya dia samapi juga dipuncak gunung dan menemukan sebuah sebatang pohon yang sangat rindang serta lingkungannya yang bersih dan rapi. Dan ditempat inilah Ado Pehang pertama kali bertemu dengan kwae Sedo Boleng yang merupakan putri titisan Rera Wulan Ile Boleng. Atas ijin dan restu Rewa Wulan - Tanah Ekan keduanya menjadi suami istri dan menurunkan anak pinak menjadi manusia Adonara. Kisah penyebaran Keturunan dari Klake Ado Pehang dan Kewae Sedo Boleng juga memiliki kesamaan tapi tak serupa. Ada yang mengatakan anak dari kedua manusia pertama Adonara ini terdiri dari tujuh orang putri ( terputus kisahnya ) dan tujuh putra. Sementara yang dituturkan oleh B. Ata Boleng, ada sebeles orang Putra yaitu :
1. Asan Lau Tadon dan Laba Ipe Jarang yang merupakan Anak Sulung ( Ana Wruing ) dan anak bungsu ( ana wutun ) tetap tinggal di Lama Nele Blol'on. Setelah itu Asan Lau Tadon pindah ke Lamanele Rer'en dan seterusnya ke Boleng. keturunan kedua kakak beradik ini tersebar di Lamanele Blol'on, Lamanele Rer'en, Lama Bajung dan Boleng.
2. Mado Paling Tale, yang keturunannya tersebar di Desa Doken, Lama Wolo Blol'on dan sekitarnya.
3. Beda Geri Niha, yang keturunannya tersebar di Niha Ona dan sekitarnya.
4. Duli Ledan labi, yang keturunannya tersebar di Lewoduli dan sekitarnya
5. Kia karan bau, yang keturunannya tersebar di Wokablol'on, Kiwang Ona, Lama Louk dan sekitarnya.
6. Kia Lali Tokan, yang keturunannya tersebar di Witihama dan sekitarnya
7. Sue Buku Taran, yang keturunannya tersebar di Lama Hala dan sekitarnya.
8. Laga Doni, Subang Bur'an dan Subang Miten, yang keturunannya tersebar di wilayah belakang gunung ( Ile Boleng ),juga sebagian wilayah Lembata bagian utara.
Kisah oral yang dituturkan oleh almarhum B. Ata Boleng ( tahun 1970 an ) tersebut bisa juga dituturkan kembali oleh seorang Putranya yang bernama Bapak Yasir Ahmad seorang tetua adat desa Boleng.
Dari uraian fargmen kisah oral manusia pertama adonara di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa memiliki kesamaan kisah antar setiap tetua adat setiap desa di daratan Adonara Timur.
ADONARA
Sebutan / Nama Pulau Adonara tidak bisa disandingkan dengan sebutan Kerajaan Adonara yang ada di Adonara Barat. Karena Kerajaan Adonara sebelumnya bernama Liang Lolon, yang rajanya berasal dari kaum bangsawan kerajaan islam Ternate dan Tidore.
Sementara dibelahan Timur Adonara ada kerajaan Lama Hala, Bani One ( terong ) serta dua kerajaan di pulau Solor yaitu Menanga, Lama Kera serta sebuah kerajaan Lebala ( lembata ) telah membuat kesepakatan dengan VOC tahun 1613 untuk menahan laju perkembangan kekuasaan Portugis yang sudah membangun bentengnya di Lohayong. Portugis yang merasa mendapat rintangan dari kelima kerajaan di atas serta VOC kembali berusaha untuk mendekati kerajaan Liang Lolon yang saat itu tidak bersahabat dengan Belanda. Untuk menunjukan Kekuasaannya, Portugis merubah nama Kerajaan Liang Lolon menjadi Kerajaan Adonara sebagai upaya mengelabui VOC bahwa selain Lohayong, Adonara secara keseluruhan telah bersekutu dengan mereka.
Sebenarnya nama Adonara sudah ada sebelum bangsa Asing datang. Dari namanya, "ADO" diambil dari nama depanPria pertama yang datang ke Ile Boleng yaitu Kelake Ado Pehang dan "NARA" berarti Saudara ( seketurunan ), kerabat, kampung. Juga Adonara tidak identik dengan Adok Nara ( mengadu domba ) antara sesama saudara sesuai dengan karakter dan budaya perang tanding manusia adonara.
Dalam perkembangannya, sebelum bangsa Eropa datang, pembagian kelompok besar manusia Adonara juga sudah ada, yaitu Demong dan Paji. Ada kisah yang menuturkan, "DEMONG" di identikan dengan manusia Adonara yang ada dibelahan Barat Adonara, sementara "PAJI" identik dengan Manusia Penghuni Belahan Adonara Timur. Sementara tutur yang lain Demon identik dengan Kiwang ( manusia Pedalaman ) dan Paji adalah Watan ( manusia Pesisir ) bukan Islam dan kristen. Yang lagi Demong umumnya dari lembata dan manusia pedalaman Adonara termasuk Boleng, Paji identik dengan Manusia Pesisir Adonara yang sudah menerima Islam dan Kerajaan-kerajaan Islam yang ada di solor dan lembata. Sejarah dalam bentuk kisah oral tidak pernah mengungkapkan sebuah kelompok manusia Adonara lain yang tidak sedikitpun memiliki ambisi kekuasaan. Kelompok ini menurut penuturan tetua adat B. Ata Boleng bahwa kelompok ini di sebut "Lamanele" yang tidak lain adalah turunan dari Asan Lau Tadon sebagai ana wruing dan Laba Ipe Jarang ana wutun dari Kelake Ado Pehang dan Kewae Sedo Boleng. Kelompok ini tidak pernah memihak kepada Paji maupun Demong, tapi lebih sering sebagai "Juru Damai" dari pertikaian anak pinak dari saudara-saudara mereka.
Hal ini dapat dilihat dari bukti ata kebelan di lingkungan Lama Nele.
1. Boleng sebagai satu-satunya desa yang berpenduduk 100 % agama Islam dengan dikelilingi oleh belasan desa yang berpenduduk beragama Katolik. Desa Boleng sebagai desa Islam tidak masuk dalam kelompok Watan Lema.Dari segi pemimpin ( berhubungan dengan pihak asing ) kelompok Lamanele memberikan kepada manusia Pendatang, tetapi urusan adat ( Pehen Lewo Kot'an, Lewo Lein, Ata Molan, Bau behin lewo tanah ) semuanya tetap dipegang anak anak pinak dari Asan Lau tadon dan Laba Ipe Jarang.
2. Pernah terjadi Perang antar Paji dan Demong, yang mendamaikan adalah Asan Boleng ( anak cucu Asan Lau Tadon ) dengan sebuah perjanjian persaudaran antara Paji - Demong. Bukti ini dapat dilihat dari sebuah batu prasasti yang ada di pinggir desa Lama Wolo Rer'en )dengan pembentukan desa kembar ( lewo Najhun Bajhan ) antara Lama Wolo dan Boleng. Desa Boleng ( Kelompok Lama Nele ) tidak perlu menguasa daerah Tanah Boleng, Lewo keleng, Dokeng, Tobi, karena itu menjadi saudara lamawolo, begitu pula sebaliknya. Perjanjian adat ini masih berlaku sampai ( mungkin ) saat ini, seperti :
>. Dalam hal Adat.
* Apabila terjadi perkawinan antara kemamun / kebarek Boleng dengan Kemamun / Kebarek Lama Wolo, urusan belis ( mas kawin / bala ) tidak dibicarakan secara terbuka, bahkan bisa tidak dibicarakan. Padahal, masalah belis seorang kebarek merupakan harga diri suatu suku/marga bahkan desa, bahkan sering menjadi pemicu peperangan.
* Dalam urusan adat untuk bangun lewotanah suku ekan pun, kedua desa selalu saling memberitahukan dan urun rembug, termasuk pesta adat Lewo tanah dan masih banyak hal lain.
> Dalam hal Olah Raga.
Setiap ada pertandingan Bola antar desa sekecamatan Adonara Timur bahkan di luar wilayah kecamatan, kesebelasan desa Boleng pasti separuhnya dari pemain desa Lama Wolo, begitu pula sebaliknya. Hal ini tidak menjadi masalah bagi kesebelasan dari desa-desa lain yang ikut bertanding.
3. Peperangan merebut pengaruh dalam lingkup solor watan lema antara Kerajaaan Lama Hala dan Kerajaan Lama Kera yang ada di ujung timur pulau Solor. Proses perundingan perdamaian bukan dilakukan oleh kerajaan Bani One ( Terong ) tetangga Lama Hala atau Kerajaan Menanga ( lohayong ) tetangga Lama Kera. Pada hal, sejarah mencatat bahwa keempat kerajaan ini adalah sama-sama dalam satu kelompok kerjasama dalam Solor Watan Lema. Atas musyawarah mufakat dan menentukan harus orang Boleng yang harus mendamaikan peperangan ini, karena mereka adalah turunan dari ana weruin dari Kelake Ado Pehang walau mereka ( rae bukan ata Kebel'an dan bukan bula ata Ribu ).
Siapa tokoh perdamaian Peperangan ini, tidak lain dan tidak bukan adalah Asan Boleng Laj'an Laka. Setelah berdamai, sebagai simbol pengorbanan tersebut, Asan Boleng meminta agar masyarakat kerajaan Lama Kera membangun benteng Batu mengelilingi Desa Boleng dan Masyarakat Kerajaan Lama Hala membangun benteng yang sama untuk Desa Lama Nele Reren. Pembengunan benteng ini bertujuan untuk melindungi wilayah kaka weruin tidak diserang oleh musuh. Bukti prasasti ini masih berdiri kokoh di Boleng dan Lama Nele Rer'en ( Nobo ).
3. Bukti bahwa Wilayah Lama Nele ( Lama Nele Blol'on, Lama Nele Rer'en, Lama Bajung dan Boleng bukan wilayah kekuasaan dari salah satu dari Kelompok kerajaan Solor Watan Lema, atau kerajaan Adonara, atau salah satu dari wilayah Paji atau Demong ialah, Setiap desa tersebut memiliki otonomi sendiri-sendiri dalam mengurus desanya, tapi tetap terikat dalam satu kesatuan Lamanele. memiliki satu rumah adat, serta bebas berhubungan dengan para saudagar dari Jawa, Ternate, Tidore dan Sulawesi tanpa harus ada persetujuan dari kerajaan2 solor watan Lema, maupun Kerajaan adonara. Salah satu bukti prasasti yang hingga saat ini adalah Adanya Naga Emas yang bertuliskan aksara Arab, juga bejana yang berbentuk Dandang tersimpan rapi di rumah Adat desa Nobo, yang dihuni oleh Ama Sius raya.
4. Kemudian salah satu bukti nyata yang terdapat di wilayah Lembata, Berkat kedigjayaan kelompok Lama Nele dalam membantu kerusuhan di lembata. Untuk jasanya tersebut, Desa Boleng mendapat hadiah Tanah berpuluh hektar di Wai jarang dan Wai Baja, Orang Nobo mendapat bagi di Kewaka dan lamanele Belol'on mendapat jatah di sekitar wilayah Pada dan hukun. Dapat dikatakan Tanah di pesisi Utara Lembata terbentang dari Perbatasan lewo Leba sampai wai Baja ( panjangnya Puluhan Kilo meter ) dikuasai oleh Manusia Lama Nele yang tidak lain adalah Anak Pinak dari Asan lau tadon dan Laba Ipa Jarang sampai saat ini.
Kisah oral yang dituturkan para tetua adat Kelompok Lama Nele serta bukti prasasti yang tersimpan hingga saat ini, menunjukan bahwa di Adonara Bukan saja ada dua kelompok, tapi masih ada lagi Kelompok Lamanele yang memiliki kemandirian dan otonomi serta bebas dari cengkraman kerajaan-kerajaan yang ada. Selain ini Kelompok Lamanele juga tidak memiliki Ambisi kekuasaan sama sekali, tetapi selalu jadi juru damai bagi peperangan yang terjadi di Adonara. Seandainya ada ambisi kekuasaan, maka tidaklah susah bagi Anak Pinak dari Asan lau tadon dan Laba Ipa Jarang bisa menjadi penguasa besar baik dalam kelompok Paji - Demong maupun Kelompok Kerajaan Solor watan Lema.
ADONARA KABUPATENKU.
Sekelumit kisah tentang Manusia adonara di atas, tidak bermaksud untuk menandingi kisah-kisah oral yang dituturkan oleh para tetua adat atau agama di daerah lain di adonara atau Solor dan Lembata.Saya bahkan sangat bangga dengan semua kisah yang dituturkan. Namun ulasan ini hanya untuk mengatakan bahwa di Pulau adonara sejak dulu hingga kini pasti terdapat manusia-manusia yang tidak memiliki ambisi kekuasaan dan bisa menjadi penengah dalam semua pertentang yang muncul.
Kita mengetahui dengan Pasti bahwa Sumber Daya Alam ( SDA ) dan juga Sumber Daya Manusia ( SDM ) pulau Adonara tidak diragukan lagi menjadi modal berdirinya Kabupaten Adonara.
Langgam Adonara Jadi Kabupaten sudah didendang sejak lama, bahkan pada Orde Lama, yaitu ketika ketua DPRD Gotong Royong Dati II Flores Timur Tuan De Rosari memimpin Rapat dewan pada tanggal 17 Oktober 1963 memutuskan untuk memperjuangkan pemekaran Kabupaten Flores Timur menjadi :
1. Kabupaten Flores Timur dengan wilayah Flores Timur daratan dan Pulau Solor dengan Ibukota Larantuka.
2. Kabupaten Lembata ( dulu Lomblen ) dengan Ibukota Lewoleba
3. Kabupaten Waiwerang dengan Ibukota Waiwerang.
Orde Lama pun berganti dengan Orde Baru, Perjuangan masyarakat Adonara dan Lembata pun bagaikan ditelan bumi, tidak pernah didengungkan lagi. Baru setelah masa Orde Reformasi dengan ditandai Pemilihan Umum tahun 1999, gaung pemekaran Adonara dan Lembata mulai dikumandangkan kembali. Dan Akhirnya Lembata yang selama ini kurang dianggap oleh Adonara berhasil memisahkan diri dari Kabupaten Induk Flores Timur, sementara Adonara masih tetap menjadi bagian Flores Timur.
Kaget dengan keberhasilan Lembata, tokoh masyarakat dan masyarakat Adonara baik yang ada di Tanah Tadon Adonara maupun di luar mulai mendengungkan kembali keinginan pembentukan Kabupaten Adonara.